Beranda | Artikel
Hukum Khitan Pria dan Khitan Wanita
Senin, 24 Agustus 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Hukum Khitan Pria dan Khitan Wanita merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 5 Muharram 1442 H / 24 Agustus 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Adab-Adab Ketika Buang Hajat

Kajian Tentang Hukum Khitan Pria dan Khitan Wanita

Pada kesempatan yang telah lalu kita sudah membahas tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan jasad manusia atau tuntunan-tuntunan yang sesuai dengan fitrah manusia yang telah diajarkan dalam syariat ini dan syariat-syariat yang sebelumnya. Dan di dalam kajian ini kita akan membahas sebagian hukum dari tuntunan-tuntunan tersebut.

Yang pertama adalah masalah khitan. Apa hukum khitan?

Di kajian yang sebelumnya kita sudah singgung bahwa tuntunan-tuntunan yang termasuk dalam fitrah manusia yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya tidak semua hukumnya sama. Memang semua tuntunan tersebut disyariatkan, tapi derajat hukumnya berbeda-beda. Ada yang sunnah, ada yang diwajibkan. Ini sudah kita singgung di kajian yang sebelumnya. Maka kita akan memperinci hukum dari sebagian dari tuntunan-tuntunan ini.

Apakah khitan ini diwajibkan ataukah sunnah? 

Ada dua pendapat yang masyhur dalam masalah ini. Pendapat yang pertama adalah pendapat yang mengatakan bahwa khitan diwajibkan baik atas laki-laki maupun atas perempuan. Dan inilah pendapat yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala dan ini pendapat yang mu’tamad dalam madzhab Syafi’i.

Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala dalam kitab Al-Majmu’ mengatakan:

والمذهب الصحيح الذي نص عليه الشافعي وقطع به الجمهور انه واجب على الرجال والنساء

“Dan madzhab yang shahih yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala dan dipastikan oleh jumhur ulama adalah bahwa khitan itu wajib atas laki-laki dan perempuan.”

Pendapat yang kedua adalah pendapat yang mengatakan bahwa khitan diwajibkan atas laki-laki dan disunahkan atas perempuan. Dan ini adalah pendapat yang sangat kuat dalilnya.

Ada sebagian yang mengatakan bahwa di sana ada mazhab yang mengatakan bahwa khitan itu sunnah baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Namun pendapat ini adalah pendapat yang sangat lemah sekali.

Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa khitan diwajibkan bagi laki-laki dan disunnahkan bagi perempuan. Apa dalil dari pendapat ini?

Khitan diwajibkan bagi laki-laki

Dalil yang pertama adalah bahwa khitan ini merupakan tuntunannya Nabi Ibrahim. Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyabdakan:

اخْتَتَنَ إبْرَاهِيمُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ بَعْدَمَا أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُونَ سَنَةً

“Nabi Ibrahim berkhitan setelah umur beliau 80 tahun.” (Muttafaqun ‘alaih)

Jadi Nabi Ibrahim berkhitan dalam keadaan yang sudah sangat tua. Mungkin hal ini karena syariat khitan baru datang ketika itu. Berarti ini adalah tuntunan Nabi Ibrahim. Sedangkan kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikuti tuntunannya Nabi Ibrahim. Tentunya tuntunan-tuntunan yang belum dinasakh, yang masih diakui di syariat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٢٣﴾

Kemudian Kami mewahyukan kepadamu wahai Muhammad, agar engkau mengikuti agamanya Nabi Ibrahim, agama yang jauh dari kesyirikan.” (QS. An-Nahl[16]: 123)

Dan khitan termasuk dari syariat agamanya Nabi Ibrahim. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti syariatnya Nabi Ibrahim, ini menunjukkan bahwa khitan adalah sesuatu yang diwajibkan, karena diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikutinya, dan khitan termasuk dari syariatnya Nabi Ibrahim.

Dalil yang kedua adalah adanya hadits dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang perintah untuk berkhitan ini. Hadits ini diperselisihkan oleh para ulama, Syaikh Albani Rahimahullaahu Ta’ala menilainya sebagai hadits  yang Hasan karena melihat syawahidnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengatakan kepada seorang yang baru masuk Islam, beliau mengatakan:

أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

“Cukurlah rambut kekufuranmu dan berkhitanlah.”

Ini juga yang menjadi dasar dari perkataan sebagian ulama bahwa apabila seseorang masuk Islam, maka dia dianjurkan untuk mencukur rambutnya kemudian berkhitan. Kita tahu kaidah ushul fiqih yang masyhur الأصل في الأمر أنه للوجوب, bahwa pada asalnya perintah dalam syariat itu menunjukkan hukum wajib. Rasulullah di sini memerintahkannya untuk berkhitan. Berarti Rasulullah mewajibkan dia untuk berkhitan.

Alasan yang ketiga yang mengatakan bahwa berkhitan adalah wajib adalah alasan bahwa memotong sesuatu dari badan kita yang menyakitkan itu pada asalnya adalah haram. Tidak boleh kita memotong telinga kita, tidak boleh juga kita memotong tangan kita, tidak boleh kita memotong hidung kita, tidak boleh kita potong bibir kita. Kenapa kita malah diperintahkan untuk memotong bagian dari alat vital kita? Dan biasanya sesuatu yang sunnah tidak akan bisa membolehkan sesuatu yang pada asalnya diharamkan.

Memotong sesuatu dari tubuh kita yang menyakitkan seperti itu pada asalnya tidak dibolehkan. Tidak ada yang membolehkan sesuatu yang asalnya diharamkan kecuali sesuatu itu wajib. Ini menunjukkan bahwa khitan itu wajib. Karena kalau kita katakan khitan itu sunnah, bagaimana yang sunnah bisa membolehkan sesuatu yang asalnya diharamkan? Tapi kalau kita katakan itu wajib, maka memang wajib bisa membolehkan sesuatu yang asalnya (diharamkan).

Alasan yang keempat yang menunjukkan bahwa khitan itu wajib adalah bahwa khitan itu harus dengan melihat alat vital, kita harus membuka aurat dan aurat tersebut adalah aurat mughallazhah, aurat yang kelas berat. Dan melihat aurat adalah sesuatu yang diharamkan, sama dengan alasan tadi.

Kalau saja khitan itu tidak wajib, harusnya tidak boleh orang melakukan khitan, karena konsekuensinya dia harus membuka aurat mughallazhahnya. Bahkan tidak hanya dilihat, tapi dipegang-pegang. Sesuatu yang diharamkan ini, yang bisa membolehkannya hanyalah sesuatu yang diwajibkan. Ini menunjukkan bahwa khitan itu wajib. Wallahu ta’ala a’lam.

Alasan yang kelima bahwa khitan adalah syiarnya kaum muslimin. Ini adalah termasuk diantara keistimewaan kaum muslimin yang membedakan kaum muslimin dengan kaum-kaum yang lainnya. Maka syiar ini wajib dijaga dan wajib dilakukan. Karena syiar ini adalah pembeda antara kaum muslimin dengan kaum-kaum yang lainnya.

Khitan untuk perempuan

Adapun khitan untuk perempuan, maka ini disunnahkan. Apa alasannya khitan untuk wanita disunnahkan? Kenapa kita tidak mengatakannya wajib juga? Karena hikmah yang disebutkan di dalam nash dari syariat khitan ini berbeda.

Hikmah khitan untuk laki-laki adalah untuk membersihkan alat vital dari najis-najis yang menempel. Karena kalau seseorang belum dikhitan kemudian dia kencing, maka akan ada sisa-sisa kencing yang menempel di kulit yang tidak dikhitan itu. Tentu ini akan menjadikan shalatnya seseorang tidak sah. Makanya dia diwajibkan untuk memotong bagian yang bisa berpotensi menyimpan najis dari kencingnya.

Adapun hikmah khitan bagi perempuan adalah untuk mengurangi syahwatnya. Makanya ada hadits yang dihasankan oleh sebagian ulama dengan melihat syawahidnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang tukang khitan perempuan di zaman beliau dari menghabiskan semuanya. Apabila bagian yang dikhitan itu dihabiskan semuanya dari perempuan, maka syahwat perempuan akan menjadi sangat lemah sekali dan itu tidak akan menyenangkan suaminya.

Inilah hikmahnya. Dan hikmah ini adalah sesuatu yang tidak inti sehingga tidak sampai diwajibkan bagi perempuan.

Ada sebuah hadits yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai pemutus khilaf ini. Tapi haditsnya sayangnya lemah. Hadits tersebut berbunyi:

الختان سُنّة للرجال مَكرُمة للنساء

“Khitan itu menjadi sunnah bagi kaum laki-laki dan menjadi sesuatu yang memuliakan kaum perempuan.”

Sunnah yang dimaksud di sini adalah tuntunan dalam Islam. Maksud sesuatu yang memuliakan kaum wanita adalah bahwa khitan adalah sesuatu yang sangat baik bagi kaum wanita, ini menunjukkan bukan sesuatu yang diwajibkan. Tapi hadits ini lemah.

Sunnahnya khitan bagi wanita ditunjukkan oleh hikmah tadi. Juga ditunjukkan oleh hadits yang menunjukkan sunanul fitrah yang kita bahas pada pertemuan sebelumnya. Sunanul fitrah pada sebuah riwayat dikatakan ada lima dan pada hadits lain dikatakan ada sepuluh, diantaranya ada khitan. Sehingga khitan disyariatkan bagi perempuan juga.

Begitupula di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengatakan:

فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila dua khitan bertemu, maka mandi menjadi wajib.” (HR. Muslim)

Maksud “dua khitan bertemu” yaitu khitan laki-laki dan khitan perempuan. Ini menunjukkan bahwa di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa khitan bagi perempuan juga sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Makanya Rasulullah mengatakan demikian.

Apakah khitan bagi wanita diharamkan?

Ada sebagian orang di zaman ini yang mereka terbuai dengan kemajuan orang-orang kafir dan penelitian-penelitian mereka. Mereka mengatakan bahwa khitan bagi perempuan itu mendatangkan mudharat yang besar bagi mereka, dari sisi kesehatan juga tidak bagus, mereka katakan demikian. Akhirnya mereka mengatakan bahwa khitan bagi perempuan itu diharamkan.

Maka saya katakan bahwa pendapat ini pendapat baru dalam masalah ini. Tidak ada ulama di zaman dulu yang mengatakan khitan bagi perempuan itu haram atau makruh. Ini pendapat baru dan hal seperti ini tidak diperbolehkan. Dalam pembahasan ushul fiqih disebutkan bahwa احداث قول جديد, tidak boleh kita membawa pendapat baru yang belum pernah dibawa oleh ulama-ulama sebelumnya yang pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat ulama-ulama sebelumnya.

Tidak ada yang mengatakan bahwa khitan bagi perempuan itu diharamkan atau makruh. Yang ada adalah antara khitan itu wajib atau sunnah. Maka kita tidak boleh keluar dari khilafnya mereka. Karena ketika mereka khilaf dalam masalah tertentu dan khilafnya antara pendapat wajib dan pendapat sunnah, tidak dinukil pendapat yang lain selain itu, maka ini menunjukkan bahwa kebenaran tidak keluar dari dua pendapat itu. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga umat ini dari bersepakat diatas kebatilan. Artinya umat ini tidak akan bersepakat diatas kebatilan.

Maka ketika mereka berbeda pendapat dalam masalah tertentu kemudian pendapatnya berkisar antara wajib dan sunnah, kita tidak boleh membawa pendapat yang bertentangan dengan dua pendapat itu sekaligus, silahkan memilih salah satunya.

Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan selanjutnya..

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48904-hukum-khitan-pria-dan-khitan-wanita/